Whooaa, jangan lakuin hal ini kalo kamu ga mau jadi pembunuh!

Malam
Gimana hari ini? Capek ga?
Simpel ya pertanyaannya, tapi betapa berpengaruhnya pertanyaan tersebut bagi beberapa orang di luar sana. Ada yang jadi merasa 'ga sendiri' ada yang jadi 'apasih'. Bebas, itu kebebasan tiap orang untuk berperasa. Tapi tau ga sih kamu, kalo apa yang kamu rasa ini kadang ga sampe dilawan bicara.

 Hm, gini.
Okei dengan pertanyaan tersebut kamu merasa bahwa kamu dipedulikan, senang, tapi yang kamu tunjukan ke lawan bicara sekedar 'hm...gitu aja kaya biasanya' kira kira apa tanggepan dari lawan? Iya, balik lagi, tergantung orang nya. Karena banyaknya tipe kepribadian orang di dunia ini, mari sedikit merucut dengan sudut pandang saya. Kalo saya yang menjadi lawan bicara, secara otomatis saya akan berfikir kalo 'yah, basi banget ya kata kata gue cuma dibales gitu aja' tapi kalo saya di posisi si pengirim pesan maka yang sedang saya rasakan sejenis 'hari ini melelahkan ga?ayo dibagi bebannya' atau 'hari ini menyenangkan?apa tuh yang bikin seneng?'.
-end-

Sekarang saya mau bahas hal yang sedikit sensitif untuk beberapa orang dimasanya. Masih tentang mental illness, tapi bukan si artist korea yang baru aja bunuh diri itu. Ini masalah sepela bagi beberapa orang di luar sana, tapi beban banget buat saya dimasanya.

Saya, iya saya, saya pernah ada dimasa beratnya move on. Beratnya belajar mengerti bahwa dunia saya bukan lagi dia. Beratnya memaafkan diri sendiri disaat orang lain menyimpulkan bahwa semua salah saya. Kamu bisa cek dipostingan lama saya, bahkan diakun wix saya pun kemungkinan besar masih ada celoteh menjijikan saya. Saya kira, hanya saya. Ternyata, ada, ada pula orang lain yang merasakan hal itu. Mungkin di luar sana pun juga ada. Tapi intinya ada, dan mereka nyata.
Setelah saya beberapa langkah di depan masa itu, ada beberapa hal yang bermunculan dan berusaha membuat saya sadar bahwa ini adalah sebuah kesalahan. Semua beban yang saya anggap berat adalah sebuah kesalahan. Dari mana saya bisa menyimpulkan seperti itu? Kurang lebih 2 tahun. Iya, waktu saya dua tahun untuk benar benar paham bahwa semua ini salah. Bukan tentang hubungan saya yang salah, melainkan sikap saya setelah berakhirnya hubungan itu yang salah.

Kamu tau ga sih, iya kamu, kamu kamu yang menyepelekan 'ah move on tinggal move on' atau 'ya salah lo, ngapain minta putus' dan kalimat kalimat sejenis lainnya, kami bahkan berjuang untuk berfikir sebelum kata sakral itu muncul. Putus. Kata yang bisa mengubah cara berkomunikasi secara drastis, cara berfikir, cara hidup dan cara menjalani hari hari.

Emang gampang kelihatannya. Gampang banget diucapin. Kalian juga pasti muak banget sama orang orang yang sulit move on, terjebak dimasa suram hanya karna putus, dan sejenisnya. Sejenis 'apa sih, lebay banget'. Tapi sadar ga sih, betapa banyaknya di dunia ini manusia manusia yang memutuskan bunuh diri hanya karna patah hati. 'Ya itukan patah hati, ini lo kan mutusin, beda kasus'. Ga gitu sebenernya gais, saya kasih tau ya. Ada beberapa orang di dunia ini yang mempunyai harapan untuk diperjuangkan ketika kata sakral itu keluar. Sebuah pertanyaan 'dia masih mau mempertahankan atau dengan mudahnya melepaskan?'. Yes I know, caranya salah. Tapi kadang kita ada diposisi beratttt banget untuk melanjutkan, misal setiap hari berantem terus, ga ada ego yang mau mengalah. Ada harapan bakal dapet jawaban yang nyemangatin. Jawaban yang ngingetin 'perjalanan kita udah sejauh ini, mari lebih bekerjasama'. Simpel, ga menuntut pengakuan salah yang akhirnya minta maaf. Tapi, ketika pada masanya pun hal yang terjadi ga akan seindah itu. Kebanyakan akan lebih berfikir 'ya lo udah mutusin gue, buat apa gue nolak, pride cui'.

Setelah itu apa yang terjadi? Iya, kalian bakal kepikiran 1-2 hari, tapi kami?1-2 tahun. Jauh ya. Jauh banget malah.

Apa yang terjadi selama itu?

Jawabannya adalah 'perasaan lebih baik mati aja deh'. Ya walaupun ga selama 1-2 tahun itu muncul pemikiran kaya gitu, tapi ada saat saat tertentu dimana kami merasa 'ga, saya ga kuat'. Stop. Jangan bilang lebai. Cukup bilang lebai. Cukup bilang kami gila. Cukup. Jangan tolak kami.
Kamu tau ga sih, ketika masa itu terjadi, banyak orang justru akan menyalahkan kami. Tapi sebenernya yang lebih dibutuhkan adalah sebuah uluran tangan. Jangan justru ditolak mentah mentah. Ya emang menurut beberapa orang move on itu ga perlu selebai itu, tapi kita hidup di dunia dengan beraneka ragam kepribadian. Jangan menyalahkan. Tapi bantu dengan mengerti. Kebayang ga sih, kami nih, yang sedang merasa 'menyesal memgucapkan kata sakral itu' justru ditolak oleh dunia luar. Dibebani dengan ucapan yang menyalahkan bertubi tubi. Ga ada satu pun yang ngebantu untuk berdiri. Apa rasanya?iya mau mati. Rasa penyesalan ditumpuk dengan kalimat kalimat menyalahkan dari orang lain dan penolakan dari orang yang bersangkutan. Mati aja mati.

We did, kami berusaha melupakan. Kami juga mencari cara bagaimana cara melupakan. Tapi sometimes it doesn't work. Sulit menemukan orang yang mengerti bagaimana posisi kami saat itu. Bagaimana perasaan kami. Apa yang telah kami lakukan untuk benar benar pergi dari masa itu.
Ga sederhana ya ternyata move on itu. Rumit. Ada banyak perjuangan untuk berdiri bagi orang orang tertentu.

Nah, ketika akhirnya saya bisa melihat kebelakang, ini yang dapat saya simpulkan: saya, kami, bukan maksud saya ingin mengganggu hidup kamu. Mengusik kehidupan kamu yang sudah tenang tanpa adanya saya. Tapi saya butuh bantuan kamu, bantu saya mengajarkan otak dan hati ini bahwa semua ini jalan terbaik dari tuhan. Semua ini bukan salah saya. Tolong, tolong jangan buat saya semakin menyalahkan diri sendiri. Mari berteman.

Tapi inget lagi nih buat temen temen yang sulit move on, bukan berarti saya membenarkan perilaku kamu. Jangan bangga dengan saya nulis semua ini. Justru kamu, iya kamu. Kamu kamu yang masih terjebak harus sadar secepatnya kalo semua ini harus segera berakhir. Okei, we need a time. Tapi jangan ambil terlalu banyak waktu, karena semakin lama hal ini akan sangat mengganggu orang lain yang berusaha mengulurkan tangan untuk kamu. Mereka akan lelah dengan diri kamu yang justru menarik diri untuk selalu berada di posisi itu, kaya saya, dulu.


Selamat berjuang untuk menjadi lebih baik.
Dari saya yang sedang berdiri di depan.

Comments

Post a Comment

Popular Posts