Cewe?Mandiri?Ewh!
Malam
Apa kabar?
Sepertinya harimu sudah mulai menyenangkan, semoga.
Kali ini saya mau bahas tentang "keren ga sih jadi perempuan mandiri?"
Beberapa waktu lalu, saya mulai aktif lagi di twitter setelah akhirnya mendapatkan kembali password yang sempat terlupakan dan hengpong jadul yang ke logout semua akun serta satu twitter yang diblok oleh twitter itu sendiri dimana itu merupakan akun saya buat menangin kuis ini dan itu. Alhamdulillah, salah satunya kembali. Twitter sekarang belum seramai dulu, ramai sih, tapi isinya kpop berkeliaran dengan bahasa yang ga saya pahami dan yap pembahasan yang ga saya ikuti. Jadi kalo ada nongol-nongol orang-orang yang saya follow membahas hal selain itu, saya jadi terlalu tertarik, bisa sampe heboh bukain akunnya sampe bawah-bawah.
Dan beberapa saat tadi, giliran akunnya mbak Ika Natassa. Mungkin ada yang ga asing dengan nama itu, salah satu penulis novel yang beuh endeuuss. Mungkin ada dua atau tiga tipe pembaca novel ya, Ika Natassa, Dee Lestari atau Tere Liye. Ketiganya penulis hebat dengan cara penulisan masing-masing dan kisah yang berciri masing-masing. Dan saya lagi suka mbak Ika.
Di akunnya, dia ngebahas tentang perlunya perempuan berpendidikan dan bernilai(intinya sih begitu yang saya tanggep). Ibaratnya jangan menjadi perempuan yang lemah, harus bisa menjadi perempuan yang hebat, dan perlu diingat, jangan takut untuk menjadi hebat hanya karena laki-laki.
Ya gitu aja sih tentang mbak Ika.
Sekarang saya mau menuangkan opini, sebenernya perlu ga sih perempuan itu mandiri? Sementara hakikatnya perempuan itu dianggap lemah dan menjadi tanggung jawab suaminya kelak.
Dan opini saya berujung pada 50:50. Jadi perempuan emang kadang serba salah. Ketika kita bisa ngehendle semuanya, laki-laki malah kabur, takut ga setara. Ketika kita terlalu manja, laki-laki juga kabru karna merasa direpotin. Jadi kudu piye?
Saya yang notabene di rumah jarang banget ada laki-laki, emang kadang suka harus tahan banting melakukan tugas-tugas laki-laki. Ini yang saya maksud 50:50. Dibeberapa waktu, kita ga bisa bergantung dengan orang lain.
Contoh.
Di suatu malam yang larut nih, air minum habis dan galon air belom di tuang. Sementara kamu haus dan di luar udah tutup semua. Salah satu hal yang bisa dilakuin ya itu, ngangkat galon dan nuangin sendiri ke dispenser. Ada sih opsi lain seperti rebus air dan nunggu dingin. Tapi yang mau saya bahas bukan itu. Intinya, dalam kondisi-kondisi tertentu kita perempuan emang dituntut untuk mandiri. Kasus saya, ya saya angkat galon, karna yang butuh minum bukan cuma saya, daannn yang bisa ngangkat galon cuma saya, bapak saya pulangnya besok, kayaknya. Sesimpel itu sih, berat emang galonnya, tapi yaa butuh, mau apa?
Tapi disatu sisi, ketika kita dirasa cukup mandiri, banyak orang yang semena-mena. contoh "kan lu bisa sendiri, dia ga bisa, jadi lu sendiri aja" padahal dalam hal itu kita lagi bener-bener ga bisa sendiri. Yasudah, nasib.
Makanya saya bilang 50:50. Separuhnya, menjadi ga mandiri itu bukan hal buruk untuk hal satu dan lainnya. Laki-laki kadang akan merasa dibutuhkan ketika kita perempuan ga bisa melakukan hal yang emang pada dasarnya hanya laki-laki yang bisa. Tapi konteksnya kayaknya kalo ga berlebihan deh. Kalo cuma beli ciki ke warung dan minta anterin lakik yang mana jarak rumahnya = 10 kali jarak rumah kamu ke warung. Hellaw. Ya bolehlah manja-manja buat bercanda, tapi ati-ati nemu lakik yang serius tiba-tiba depan rumah aja. Bersyukur sih kalo dapet yang begitu, awas lepas. Paling yang ketar ketir emak bapaknya, dan yep kamu akan jadi obrolan negatif orang tua dia karna dianggap memberi dampak buruk. Hue, sabar.
Jadi intinya, selama belum punya orang-orang yang bisa dibagi beban, belajar mandiri itu emang perlu banget. Nanti ketika waktunya orang itu datang, mari berbagi hal yang membuat nyaman. Jangan berlebihan, karena hidup ini kejam. Jangan terlalu bergantung tapi jangan juga merasa hebat dengan sendiri.
Lafya.
Semangat mengerjakan tugas-tugas kehidupan.
Apa kabar?
Sepertinya harimu sudah mulai menyenangkan, semoga.
Kali ini saya mau bahas tentang "keren ga sih jadi perempuan mandiri?"
Beberapa waktu lalu, saya mulai aktif lagi di twitter setelah akhirnya mendapatkan kembali password yang sempat terlupakan dan hengpong jadul yang ke logout semua akun serta satu twitter yang diblok oleh twitter itu sendiri dimana itu merupakan akun saya buat menangin kuis ini dan itu. Alhamdulillah, salah satunya kembali. Twitter sekarang belum seramai dulu, ramai sih, tapi isinya kpop berkeliaran dengan bahasa yang ga saya pahami dan yap pembahasan yang ga saya ikuti. Jadi kalo ada nongol-nongol orang-orang yang saya follow membahas hal selain itu, saya jadi terlalu tertarik, bisa sampe heboh bukain akunnya sampe bawah-bawah.
Dan beberapa saat tadi, giliran akunnya mbak Ika Natassa. Mungkin ada yang ga asing dengan nama itu, salah satu penulis novel yang beuh endeuuss. Mungkin ada dua atau tiga tipe pembaca novel ya, Ika Natassa, Dee Lestari atau Tere Liye. Ketiganya penulis hebat dengan cara penulisan masing-masing dan kisah yang berciri masing-masing. Dan saya lagi suka mbak Ika.
Di akunnya, dia ngebahas tentang perlunya perempuan berpendidikan dan bernilai(intinya sih begitu yang saya tanggep). Ibaratnya jangan menjadi perempuan yang lemah, harus bisa menjadi perempuan yang hebat, dan perlu diingat, jangan takut untuk menjadi hebat hanya karena laki-laki.
Ya gitu aja sih tentang mbak Ika.
Sekarang saya mau menuangkan opini, sebenernya perlu ga sih perempuan itu mandiri? Sementara hakikatnya perempuan itu dianggap lemah dan menjadi tanggung jawab suaminya kelak.
Dan opini saya berujung pada 50:50. Jadi perempuan emang kadang serba salah. Ketika kita bisa ngehendle semuanya, laki-laki malah kabur, takut ga setara. Ketika kita terlalu manja, laki-laki juga kabru karna merasa direpotin. Jadi kudu piye?
Saya yang notabene di rumah jarang banget ada laki-laki, emang kadang suka harus tahan banting melakukan tugas-tugas laki-laki. Ini yang saya maksud 50:50. Dibeberapa waktu, kita ga bisa bergantung dengan orang lain.
Contoh.
Di suatu malam yang larut nih, air minum habis dan galon air belom di tuang. Sementara kamu haus dan di luar udah tutup semua. Salah satu hal yang bisa dilakuin ya itu, ngangkat galon dan nuangin sendiri ke dispenser. Ada sih opsi lain seperti rebus air dan nunggu dingin. Tapi yang mau saya bahas bukan itu. Intinya, dalam kondisi-kondisi tertentu kita perempuan emang dituntut untuk mandiri. Kasus saya, ya saya angkat galon, karna yang butuh minum bukan cuma saya, daannn yang bisa ngangkat galon cuma saya, bapak saya pulangnya besok, kayaknya. Sesimpel itu sih, berat emang galonnya, tapi yaa butuh, mau apa?
Tapi disatu sisi, ketika kita dirasa cukup mandiri, banyak orang yang semena-mena. contoh "kan lu bisa sendiri, dia ga bisa, jadi lu sendiri aja" padahal dalam hal itu kita lagi bener-bener ga bisa sendiri. Yasudah, nasib.
Makanya saya bilang 50:50. Separuhnya, menjadi ga mandiri itu bukan hal buruk untuk hal satu dan lainnya. Laki-laki kadang akan merasa dibutuhkan ketika kita perempuan ga bisa melakukan hal yang emang pada dasarnya hanya laki-laki yang bisa. Tapi konteksnya kayaknya kalo ga berlebihan deh. Kalo cuma beli ciki ke warung dan minta anterin lakik yang mana jarak rumahnya = 10 kali jarak rumah kamu ke warung. Hellaw. Ya bolehlah manja-manja buat bercanda, tapi ati-ati nemu lakik yang serius tiba-tiba depan rumah aja. Bersyukur sih kalo dapet yang begitu, awas lepas. Paling yang ketar ketir emak bapaknya, dan yep kamu akan jadi obrolan negatif orang tua dia karna dianggap memberi dampak buruk. Hue, sabar.
Jadi intinya, selama belum punya orang-orang yang bisa dibagi beban, belajar mandiri itu emang perlu banget. Nanti ketika waktunya orang itu datang, mari berbagi hal yang membuat nyaman. Jangan berlebihan, karena hidup ini kejam. Jangan terlalu bergantung tapi jangan juga merasa hebat dengan sendiri.
Lafya.
Semangat mengerjakan tugas-tugas kehidupan.
Comments
Post a Comment